Namundemikian, jadikanlah Allah sebagai Kepala Keluarga dan Firman Tuhan sebagai dasar yang kokoh bagi keluarga kita, maka Tuhan akan memakai keluarga kita untuk menggenapi rencana-Nya yang besar di dunia ini, karena keluarga adalah wadah untuk Tuhan menggenapi janji Tuhan bagi orang percaya.
Jikaapa yang dikehendaki oleh Allah dari kita, tidak kita lakukan, bukankah hidup ini akan berakhir dalam kesia-siaan? Apa pun yang kita kerjakan dan lakukan, jika bukan sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, akan menjadi sia-sia sekalipun saudara sangat berhasil. Andai saja dalam sebuah keluarga yang selalu bertengkar, setiap anggota
Oranglain tidak mendapatkan pahala atau dosa karena perbuatan orang lain, kecuali apa yang sudah disebutkan dalam hadits shahih seperti doa anak shalih, amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Yuk! Menjadi Keluarga Al-Quran [1] Dalam hal ini, Allah ta’ala berfirman dalam banyak ayat di Al-Quran diantaranya:
Dalamal-Qur`an dijelaskan, kita akan diuji dengan rasa takut, lapar, harta berkurang, dll. Yang akan sukses dalam ujian hanyalah orang-orang yang sabar (QS. 155). Allah Subhanahu Wata’ala menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengetahui siapa yang terbaik amalnya (Qs. Al-Mulk: 2). Jadi, untuk mendapat kebaikan, bersiaplah untuk
Mengucapsyukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki allah di dalam kristus yesus bagi kamu. Kemudian kita dapati anggota keluarga kita dalam keadaan sehat,. Sebab itulah yang dikehendaki allah di dalam kristus yesus bagi kamu. Dari rasa syukur yang amat mendalam itu paulus tiba pada kesadaran dan keyakinan .
Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” [at-Taubah/9:36] Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
SoDzz. Oleh Najmah Saiidah ]لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرً KELUARGA – Sungguh melalui QS Al-Ahzab ayat 21 ini, Allah SWT menyampaikan kepada kita bahwa Rasulullah Saw. adalah contoh terbaik bagi kita. Beliau adalah orang mulia yang dipilih Allah SWT sebagai teladan bagi umat manusia dalam segala aspek kehidupan. Mencintai Rasulullah Saw. adalah meneladani dan melaksanakan semua syariat yang dibawa beliau tanpa kecuali. Dalam urusan rumah tangga pun tidak boleh luput. Keluarga muslim harus menjadikan Rasulullah Saw. sebagai teladan terbaik dalam hidup berkeluarga. Bagaimana beliau memperlakukan istrinya, anak-anaknya, mendidik istri dan anak-anaknya, dan berinteraksi dengan semua anggota keluarganya merupakan hal yang harus kita contoh. Sebagai bukti cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw. merupakan pribadi yang penyayang, dikenal sebagai sosok pelindung dan amat mencintai keluarganya. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, Rasulullah Saw. bersabda, “Khayrukum, khayrukum li-ahlihi wa ana khayrukum li-ahlikum,”. Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga. Hadis ini menegaskan bagaimana perlakuan dan perhatian beliau terhadap keluarga sangatlah besar. Penuh cinta kasih, akhlak terpuji, hingga kebijaksanaan yang menaungi keluarga. Pernikahan Rasulullah, Saling Memberikan Ketenangan dan Ketenteraman Pada dasarnya, kehidupan pernikahan adalah kehidupan memberi ketenangan, sehingga terjalin persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketenteraman antara pasangan suami dan istri. Inilah yang terjadi dalam rumah tangga Rasulullah Saw. Hal ini tergambar dalam hadis Rasulullah Saw. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku akan berhias untuk istriku, sebagaimana ia berhias untukku. Aku suka jika ia menyampaikan secara bersih segala apa yang merupakan hakku atasnya sebagaimana aku menyampaikan secara bersih apa-apa yang menjadi haknya atasku.” Karenanya Allah berfirman, “Dan para wanita memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” Dari Ibnu Abbas, “Hak istri adalah persahabatan dan pergaulan yang baik dari suami terhadapnya setimbang dengan kewajibannya berupa ketaatan kepada suaminya.” Bergaul secara Makruf dengan Seluruh Anggota Keluarga Allah memerintahkan agar suami bergaul dengan istrinya dengan cara yang makruf, sebagaimana layaknya seorang sahabat secara sempurna. Memberikan hak-haknya, nafkah dan mahar baginya, tidak bermuka masam di hadapan istrinya dan sebaliknya, dan tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain. Firman Allah, “ … Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS An-Nisaa’ 19. Rasulullah Saw. teladan terbaik, bergaul dengan makruf kepada keluarganya. Dari Muawiyah al-Qusyairi, Nabi pernah ditanya, “Apakah hak seorang wanita atas suaminya?” Rasulullah menjawab, “Engkau memberinya makan jika engkau makan, dan engkau memberi pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah memukulnya pada wajah, jangan mencaci maki dan jangan menjauhinya, melainkan dalam rumah.” HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Rasulullah Saw. adalah sosok penyayang terhadap keluarganya dan ramah kepada anak-anak. Anas bin Malik berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga, selain Rasulullah.” Keakraban beliau kepada keluarga diabadikan dalam hadis. Pernah Rasulullah mencium cucunya, Hasan bin Ali. Kejadian itu disaksikan al-Aqra bin Habis, ia pun berkomentar, “Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium.” Rasulullah Saw. menoleh ke arahnya dan menjawab, “Siapa yang tak sayang, maka tak disayang.” HR Bukhari dan Muslim Mendidik dan Membimbing para Istrinya untuk Tetap Berjalan Sesuai Syariat Rasulullah Saw. adalah sahabat bagi istri-istrinya. Bukan pemimpin otoriter terhadap istri-istrinya, sekalipun ia seorang kepala negara, bahkan seorang Nabi. Dari Abdullah bin Abbas, bahwa Umar bin Khaththab menceritakan, “Demi Allah sesungguhnya keadaan kami ketika masa jahiliah, kami tidak pernah menyerahkan satu urusan pun kepada wanita, sampai Allah menurunkan ayat-ayat tentang mereka dan hak mereka. Saat itu saya sedang melakukan pekerjaan, kemudian tiba-tiba istriku berkata begini dan begitu’, maka aku berkata kepadanya, Apa hakmu, mengapa engkau berkata seperti ini?’ Lalu ia berkata, Sungguh aneh engkau, ya ibnu Khaththab, apa yang engkau inginkan tidak bisa dibantah, bagaimana jika seandainya engkau diperlakukan istri sebagaimana Rasulullah sampai semalaman beliau marah?’ Lalu Umar mengonfirmasi kepada Hafshah, Hai Hafshah pernahkah engkau berdebat dengan Rasulullah, sehingga ia marah semalaman?” Lalu Hafshah membenarkan. Umar berkata, Wahai anakku, ketahuilah, aku peringatkan kalian tentang siksa Allah dan akibat kemurkaan Rasulullah terhadap kalian!’ Kemudian Umar menuju rumah Ummu Salamah, menanyakan hal yang sama. Dengan sinis Ummu Salamah berkata kepadanya, Bukan main tuan ini, berani-beraninya turut campur terhadap urusan rumah tangga orang lain, sampai-sampai persoalan Rasulullah dengan istri-istrinya.’ Mendengar ucapan Ummu Salamah ini, Bukan main malunya Umar, hingga tidak bisa berkata apa pun. Lalu bergegas meninggalkannya.” HR Muslim. Dalam riwayat lain dari Ibnu Sa’ad. Ummu Salamah berkata, “Camkanlah, kalau ada yang kami katakan kepada Rasulullah itu tidak benar, maka beliaulah yang lebih berhak menanggapinya, dan kalau beliau melarang kami, maka beliaulah yang lebih berhak kami taati daripada Anda.” Dari peristiwa ini bisa diambil pelajaran, bagaimana Rasulullah memberikan ta’dib pendidikan kepada para istrinya. Beliau tidak melarang istrinya mendebatnya, tapi mendiskusikannya dengan baik selama mereka tidak membangkang. Berdiskusi dan Meminta Pendapat Istrinya Semasa hidupnya, Rasulullah biasa berbincang dengan para istri beliau. Bahkan terkadang beliau membahas berbagai persoalan penting dengan mereka. Sesungguhnya Rasulullah hendak memberi pelajaran kepada umat Islam tentang posisi penting yang dimiliki kaum wanita. Ada sebuah peristiwa besar yang selalu kita ingat, yaitu Perjanjian Hudaibiyah. Perintah Allah yang berasal dari wahyu, yang tidak dapat dimungkiri terasa berat bagi Rasulullah dan juga sebagai hantaman bagi para Sahabat, sehingga mereka tidak bersegera menyambut perintah Rasulullah Saw. Ketika melihat para Sahabat enggan memenuhi perintahnya, Rasulullah pun masuk ke dalam tenda beliau dan meminta saran kepada Ummul Mukminîn, Ummu Salamah ra. Beliau menyampaikan pendapatnya dengan penuh hormat, “Wahai Nabiyullah Sebaiknya engkau keluar dan jangan bicara pada siapa pun, tetapi langsung sembelih saja hewan kurbanmu. Setelah itu panggillah orang yang biasa mencukur rambut dan bercukur.” Maka Rasulullah pun melakukannya, tidak lama kemudian para Sahabat yang melihatnya langsung bangkit untuk menyembelih kurban dan kemudian saling bercukur. Akhirnya para Sahabat menyadari ini merupakan wahyu dari Allah SWT. Bersikap Lembut dan Bersenda Gurau dengan Anggota Keluarganya Rasul menyapa istrinya dengan sapaan hangat dan baik. Rasul menyapa Khadijah dengan sebutan “ya habibi” Wahai kekasihku. Begitu juga dengan Aisyah yang disapa dengan “ya humaira'” Wahai wanita yang pipinya kemerahan. Rasulullah berpesan kepada para suami agar tetap bersabar menghadapi sikap para wanita yang kurang disukai. “Janganlah marah laki-laki muslim/suami kepada seorang wanita muslimah istri. Jika tidak menyukai perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya.” Banyak pula periwayatan yang menggambarkan Rasulullah bergaul dengan sangat baik kepada keluarganya, bersenda gurau, dan lemah lembut terhadap mereka. Rasulullah sering kali bercakap-cakap sebentar dengan keluarganya selepas salat Isya, sebelum beliau tidur dengan percakapan yang menyenangkan. Mengajak para Istrinya Berperang Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya berperang. Aisyah ra. berkata, “Apabila Rasulullah Saw. hendak bepergian, beliau mengundi istri-istrinya, dan siapa pun yang keluar bagiannya, maka beliau keluar bersamanya. Pernah dalam suatu peperangan, beliau mengundi di antara kami, dan yang keluar adalah bagianku. Maka aku pun keluar bersama Rasulullah Saw.” Mutaffaq Alaih Semasa itu, kepergian Rasulullah biasanya adalah untuk urusan perang atau pembebasan suatu wilayah yang telah ditaklukkan. Setelah diangkat menjadi Rasul, beliau hanya sedikit sekali bepergian untuk urusan perdagangan. Khatimah Demikian sekelumit kehidupan pernikahan Rasulullah Saw., sebuah kehidupan pernikahan yang penuh dengan kecintaan dan kasih sayang, saling memberikan ketenangan dan ketenteraman yang satu dengan yang lainnya. Rasulullah sebagai suami tidak bertindak otoriter terhadap istri-istrinya, tetapi mempergaulinya dengan makruf. Demikian pula terhadap seluruh anggota keluarganya. Ini semua menjadi teladan bagi kita semua, semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk selalu berupaya dan mampu meneladani Rasulullah Saw. dalam segala hal, termasuk dalam kehidupan berumah tangga, sebagai bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawwab. [MNews/Juan-Gz] Facebook Notice for EU! You need to login to view and post FB Comments!
Minggu, 04 Agustus 2013 KEHENDAK ALLAH BAGI KELUARGA Bacaan Firman Bacalah Kejadian 1816-33 dengan hati yang berdoa untuk menerima pencerahan dari Allah dalam saat teduh hari ini. Pertanyaan Renungan 1. Apa yang dipikirkan oleh Tuhan tentang keluarga Abraham ayat 17-18? 2. Mengapa Allah memilih keluarga Abraham ayat 19? Dalam renungan Saat Teduh hari ini, kita menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang mungkin diajukan oleh beberapa orang, yakni apa yang ada di dalam pikiran Allah tentang keluarga. Musa menuliskan jawabannya dengan kalimat indah, “Berpikirlah TUHAN Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?,’” ayat 17-18. Apa yang ada dalam pikiran Allah terhadap keluarga yang takut dan gentar akan Tuhan? Musa menuliskan pikiran Allah, “Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?” Allah adalah pencipta, yang menciptakan segala sesuatu. Ia tidak perlu memberitahukan kepada makhluk ciptaanNya tentang apa yang akan Ia kerjakan. Namun, kita melihat bahwa demi kehendak Allah terjadi di bumi, maka Ia menyatakan rahasiaNya kepada Abraham. Sebenarnya Allah tidak perlu meminta pertimbangan manusia, tapi Ia tidak mau merahasiakan kehendakNya kepada Abraham. Apa tujuan Allah memberitahukan rencana dan kehendakNya kepada Abraham? Karena FirmanNya, “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya,” ayat 19. Ketika keturunan dari Abraham melakukan kebenaran dan keadilan, maka Allah akan memenuhi janjiNya kepada mereka. Rindukah keluarga Anda dipilih untuk melakukan kehendak Allah, yaitu melakukan kebenaran dan keadilan di bumi? Apakah Anda dan keluarga melakukan kebenaran dan keadilan? Hiduplah dengan benar di mata Tuhan. Sebab, jika Anda taat untuk melakukan kehendak Allah, maka keluarga Anda akan diberkati oleh Tuhan. Siapkan Anda untuk melakukan kehendakNya? Praktek Sudahkah Anda hidup benar di mata Allah dengan melakukan kebenaran dan keadilan? Jika belum, mengapa? Bagikan pengalaman dan komitmen Anda di komsel. Pengunjung 1,627 2019-10-11T054243+0700
Apa yang kamu pahami dengan bertumbuh sebagai keluarga Allah? Bertumbuh sebagai keluarga Allah berarti keluarga bertumbuh di dalam Kristus yang mempunyai makna lebih mengenali Dia, lebih mengasihi, dan menaati-Nya. Keluarga Kristen merupakan pusat dan tujuan dari perjanjian Allah, yakni untuk menjadi saksi bagi dunia. Karena itu di dalam anugerah Allah, kita sebagai anggota keluarga Kristen harus melakukan yang terbaik dalam membangun keluarga yang berkenan kepada Allah. Keluarga yang berkenan kepada-Nya adalah keluarga yang berakar, bertumbuh, dan berbuah di dalam Kristus. Seperti pengajaran Tuhan Yesus yang menggambarkan bahwa Allah memiliki tujuan yang jelas bagi setiap manusia ciptaan-Nya termasuk keluarga, yaitu agar umat manusia bertumbuh, lalu menghasilkan buah Yoh. 151-8.Untuk bertumbuh dan menghasilkan buah yang berkualitas, diperlukan akar yang kokoh yang mampu memberikan asupan yang baik bagi pertumbuhan. Mari kita pahami penjelasannya satu per Berakar Berakar menunjuk pada pohon dan tanaman lain yang akarnya tertancap jauh di dalam tanah. Akar berfungsi untuk memungkinkan tanaman bertahan hidup dan untuk memperkuat atau memperkokoh berdirinya satu tanaman. Sama halnya dengan keluarga yang berakar dalam Kristus, sumber kehidupan. Keluarga yang mendasarkan dan menjadikan Kristus sebagai fondasi dalam kehidupan keluarga serta membiarkan Kristus menjadi Kepala keluarga yang memimpin kehidupan keluarga. Dengan demikian, keluarga akan mampu menghadapi setiap persoalan hidup yang menerpanya. Keluarga yang berakar dalam Kritus juga berarti menjadikan frman Allah sebagai tempat tinggal keluarga, dan menyampaikan pengalaman atau kesaksian iman para leluhur kepada anggota keluarganya. b. Bertumbuh Tanaman dikatakan bertumbuh apabila ia menampakkan perubahan. Kunci untuk bertumbuh bagi keluarga Kristen adalah mempelajari frman Tuhan, memperkatakan frman Tuhan, dan melakukan frman Tuhan dalam hidup sehari-hari. Beberapa aspek pertumbuhan dalam keluarga Keluarga sebagai tempat bernaung kudus, artinya keluarga harus bersikap kritis dan menolak terhadap nilai-nilai yang merusak budaya keluarga. Keluarga yang menyambut kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, menghadirkan simbol atau objek yang dapat mengingatkan kehadiran Allah salib, gambar Kristen, lagu rohani, dan lain-lain. Keluarga yang mencari tuntunan Allah yang dilakukan dalam berbagai pertemuan dan kebaktian keluarga. Keluarga yang menopang kehidupan religius/rohani masing-masing anggota keluarga. Terdapat hambatan yang menyebabkan orang tidak bertumbuh, yaitu banyak orang Kristen datang beribadah dan sangat senang mendengar khotbah, namun hanya sekadar untuk kepuasan intelektual, tanpa memiliki sukacita dan kerinduan yang besar untuk mempraktikkannya dalam kehidupan. Hambatan lain adalah responsnya terhadap frman Berbuah Seperti pohon yang menghasilkan buah, kehidupan keluarga kita pun harus menghasilkan buah kalau kita sudah berakar dan bertumbuh sebagai keluarga Allah. Buah yang dikehendaki Allah untuk dihasilkan oleh keluarga adalah melakukan kehendak-Nya sehingga keluarga menjadi kesaksian bagi sesama di dunia ini. Buah yang dihasilkan dalam keluarga dapat berupa Pencerminan kasih kepada Allah dalam kehidupan keluarga, sebagai perwujudan nyata realisasi keluarga Allah; penerimaan dan komitmen dalam keluarga untuk saling mengasihi tanpa syarat; serta pengukuhan dan dorongan antaranggota keluarga untuk menemukan kelebihan dan bakat masing-masing sebagai karunia bertumbuh, dan berbuah di dalam Kristus adalah suatu hal yang diinginkan Tuhan terjadi pada setiap manusia ciptaan-Nya, termasuk keluarga. Individu dan keluarga tidak dapat bertumbuh dan berbuah kalau tidak berakar di dalam Kristus. Bertumbuh dalam hubungan dengan Kristus mempunyai makna lebih mengenali Dia, lebih mengasihi, dan menaati-Nya. Bertumbuh sebagai keluarga Allah berarti bertumbuh dalam pengenalan akan Allah melalui karya-Nya, frman-Nya, dan pengorbanan Anak-Nya sebagai korban tebusan keselamatan bagi umat manusia.
The role of the family in the educational process, is an inevitable necessity, this is because the important role of the family as the environment of origin, and also the first environment for humans. This shows, the existence of the family is very important, in supporting the achievement of educational goals. Facts and reality in the field show that, the role of the family today, has not shown its maximum effort as the main educational institution, so that there is a practice of violence in the family, both against wife and child, which is certainly very contradictory basic principles in the process of education. The presence of this article, intended to explore the important role of the family, in the educational process based on the perspective of the Qur'an and Hadith. This exploration is intended to gain a fundamental essence in the process of family education, so as to provide a new perspective on the perceiving of the family as an important part of the humanizing process. Abstrak Peran keluarga dalam proses pendidikan, adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, hal ini sebabkan peran penting keluarga sebagai lingkungan asal, dan sekaligus lingkungan pertama bagi manusia. Hal ini menunjukkan, eksistensi keluarga yang sangat penting artinya, dalam menunjang ketercapain tujuan pendidikan. Berbagai fakta dan realitas dilapangan menunjukkan bahwa, peran keluarga dewasa ini, belum menampilkan usaha maksimalnya sebagai lembaga pendidikan utama, sehingga terjadilah praktik kekerasan dalam keluarga, baik terhadap istri maupun anak, yang tentunya sangat bertentangan prinsip-prinsip dasar dalam proses pendidikan. Hadirnya artikel ini, dimaksudkan untuk mengekslorasi peran penting keluarga, dalam proses pendidikan berdasarkan sudut pandang Al-Qur’an dan Hadis. Pengeksplorasian ini, dimaksudkan untuk mendapatkan esensi mendasar dalam proses pendidikan keluarga, sehingga dapat memberikan sudut pandang baru dalam mempresepsikan keluarga, sebagai bagian penting dari proses pemanusian manusia humanisasi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 52 KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`AN DAN HADIS Syahrial Labaso’ Program Pascasarjana Manajemen dan Kebijakan Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakrata e-mail DOI Abstract The role of the family in the educational process, is an inevitable necessity, this is because the important role of the family as the environment of origin, and also the first environment for humans. This shows, the existence of the family is very important, in supporting the achievement of educational goals. Facts and reality in the field show that, the role of the family today, has not shown its maximum effort as the main educational institution, so that there is a practice of violence in the family, both against wife and child, which is certainly very contradictory basic principles in the process of education. The presence of this article, intended to explore the important role of the family, in the educational process based on the perspective of the Qur'an and Hadith. This exploration is intended to gain a fundamental essence in the process of family education, so as to provide a new perspective on the perceiving of the family as an important part of the humanizing process. KeywordsEducation, Family, Qur'an, and Hadith. Abstrak Peran keluarga dalam proses pendidikan, adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, hal ini sebabkan peran penting keluarga sebagai lingkungan asal, dan sekaligus lingkungan pertama bagi manusia. Hal ini menunjukkan, eksistensi keluarga yang sangat penting artinya, dalam menunjang ketercapain tujuan pendidikan. Berbagai fakta dan realitas dilapangan menunjukkan bahwa, peran keluarga dewasa ini, belum menampilkan usaha maksimalnya sebagai lembaga pendidikan utama, sehingga terjadilah praktik kekerasan dalam keluarga, baik terhadap istri maupun anak, yang tentunya sangat bertentangan prinsip-prinsip dasar dalam proses pendidikan. Hadirnya artikel ini, dimaksudkan untuk mengekslorasi peran penting keluarga, dalam proses pendidikan berdasarkan sudut pandang Al-Qur’an dan Hadis. Pengeksplorasian ini,dimaksudkan untuk mendapatkan esensi mendasar dalam proses pendidikan keluarga, sehingga dapat memberikan sudut pandang baru dalam mempresepsikan keluarga, sebagai bagian penting dari proses pemanusian manusia humanisasi. Kata Kunci Pendidikan, Keluarga, Al-Qur’an, Hadis. Pendahuluan Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sebab melalui pendidikanlah, manusia dapat belajar untuk mengenali potensi dirinya, dan kemudian memanfaatkannya. sehingga dengannya, akan menghasilkan Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 53 kemaslahatan baik bagi dirinya sendiri, maupun secara luas bagi lingkungan yang ada disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa, proses pendidikan membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak dan kalangan, karena output dari proses pendidikan akan turut mempengaruhi lingkungan, baik dalam skala mikro sosial keluarga, maupun dalam skala makro sosial lingkungan/masyarakat.Sehingga dari hal tersebut, terlihat dengan jelas bahwa dalam proses penyelengaraan pendidikan, meniscayakan perlunya keterpaduan yang holistik dan sekaligus simultan, dari berbagai pihak dalam mengawal jalannya proses pendidikan, sehingga dapat mewujudkan harapan dan tujuan dari proses pendidikan yang dimaksud. Secara teoritis proses penyelengaraan pendidikan dibangun diatas tiga pilar utama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/pemerintah. Dari ketiga hal tersebut, keluarga dipandang sebagai pilar pendidikan yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan anak itu sendiri. Hal ini disebabkan peran masyarakat dan sekolah/pemerintah, hanya sebagai lembaga pendidikan lanjutan, untuk memperkuat lembaga pendidikan utama, sementara lembaga pendidikan utama dalam hal ini, ialah keluarga itu sendiri Yohana, 20172. Keberadaan keluarga sebagai lembaga sosial pertama yang terbentuk dalam pranata kehidupan manusia, dipandang sangat memberikan pengaruh dalam mendesain kepribadian manusia sebagai individu, dan sekaligus makhluk sosial yang baik dilingkungannya. Keluarga sebagai lembaga pendidikan utama, tentunya diharapkan dapat menjadi motor pengerak dalam proses pendidikan. Hal ini berarti, oreantasi utama dalam keluaraga, seyognya mencerminkan nilai-nilai pendidikan, sehingga seluruh rutinitas dalam keluarga tersebut, akan berdampak pada proses pemanusian manusia Humanisasi, sebagai tujuan utama dalam proses pendidikan. Namun beberapa fakta yang dihimpun oleh penulis, menyatakan hal yang sebaliknya. Hal ini misalnya, dapat dilihat dari laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI yang diterbitkan pada tanggal 20 Maret 2017 tentang kenakalan Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 54 remaja yang semakin meningkat, sementara dilain pihak laporan Badan Pusat Statistik BPS, menyatakan satu dari tiga perempuan usia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya, dan terakhir laporan CNN Indonesia tanggal 21 Desember 2016 yang menyatakan bahwa 25,86 persen kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia berupa pemukulan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Sajian fakta ini memperlihatkan bahwa keluarga belum dapat memainkan peran pentingnya sebagai lembaga pendidikan awal, yang diharapkan dapat membentuk watak dan kepribadian manusia seutuhnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan peninjauan kembali mengenai konteks pendidikan keluarga, yang dilihat dari perspektif Al-Qur’an dan Hadis, sebagai solusi yang sangat relevan dengan kondisi saat ini. Posisi Al-Qur’an dan Hadis sebagai wahyu diyakini dapat memberikan sudut pandang baru, yang komprehensif dalam memaknai Pendidikan keluarga sebagai suatu fenomena sosial. Pendidikan keluarga dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadis, tidak hanya memahami keluarga secara konservatif, namun berupaya melakukan reinterpretasi yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, berdasarkan prinsip-prinsip kehidupan secara universal. Sehingga dengannya, keluarga diyakini dapat tampil sebagai lembaga pendidikan digarda terdepan, dalam membangun kualitas sumber daya manusia yang handal dan kompetitif. Konsep Dasar Pendidikan Keluarga Kehadiran keluarga dalam diskursus pendidikan, merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari, hal ini berangkat dari adanya kesadaran mendasar, bahwa keluarga merupakan kelompok sosial pertama bagi manusia. Dalam keluargalah untuk pertama kalinya, manusia belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya, dalam keluarga pula manusia berupaya mengenal dirinya, dan kemudian berusaha mengkonstruksi kehidupannya. Keluarga menjadi referensi awal bagi manusia secara umum, untuk membentuk paradigma kehidupannya. Hal ini merupakan proses yang secara alamiah lahir Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 55 sebagai suatu kesatuan utuh dalam dimensi kehidupan manusia. Oleh karena proses sosial yang sedemikian penting tercipta untuk pertama kalinya dalam lingkaran keluarga, maka hal inilah yang menjadi dasar mengapa proses pembentukan kepribadian manusia berawal dari pendidikan keluarga. Berbagai sudut pandang yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan keluarga. Misalnya pandangan Mansurmendefinisikan pendidikan keluarga merupakan proses pemberian nilai-nilai positif bagi tumbuh kembang anak sebagai fondasi pendidikan selanjutnya. Selain itu, Abdullah juga mendefinisikan pendidikan keluarga adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua berupa pembiasaan dan improvisasi, untuk membantu perkembangan pribadi anak. Pendapat lain yang dikemukakan oleh an-Nahlawi dan Hasan Langgulung,yang memberikan batasan terhadap pengertian pendidikan keluarga, sebagai usaha yang dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai orang yang diberi tanggung jawab untuk memberikan nilai-nilai, akhlak, keteladanan dan kefitrahan Jailani, 2014248. Dari defenisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga merupakan hal primer yang erat kaitannya dengan awal pembentukan jati diri manusia. Peran penting pendidikan keluarga dalam membentuk karakter anak juga diuraikan oleh Ki Hajar Dewantara,yang menyatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang anak adalah alam pendidikan permulaan. Untuk pertama kalinya, orang tua ayah maupun ibu berkedudukan sebagai penuntun guru, sebagai pengajar, sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik yang utama diperoleh anak. Berbagai pendapat para ahli di atas, menunjukkan konsep pendidikan keluarga, Tidak hanya sekedar tindakan proses, akan tetapi ia hadir dalam praktek dan implementasi, yang dilaksanakan oleh orang tua ayah-ibu melalui penanaman nilai-nilai pendidikan dalam keluarga. Adapun secara konstitusional, urgensi pembangunan keluarga telah diuraikan dalamUndang-Undang Nomor 52 Tahun 2009,tentang perkembangan kependudukan dan Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 56 pembangunan keluarga Bab II, Pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik, dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.” Landasan konstitusional diatas, menegaskan pandangan bangsa Indonesia bahwa peran penting keluarga menjadi sangat vital dalam pembangunan sumber daya manusia, tidak hanya dalam lingkup domestik, namun juga diharapkan dapat menjadi penyanggah stabilitas sosial dalam arti yang lebih luas, yakni mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin. Hal ini sejalan dengan konvensi United Nation tahun 1993, yang menyatakan bahwa fungsi keluarga meliputi fungsi pengukuhan ikatan suami istri, prokreasi dan hubungan seksual, sosialisasi dan pendidikan anak, pemberian nama dan status, perawatan dasar anak, perlindungan anggota keluarga, rekreasi dan perawatan emosi, serta pertukaran barang dan jasa Puspitawati, 20132. Eksistensi keluarga dalam pranata sosial, juga dipahami sebagai sebuah proses pembelajaran. Mengingat manusia adalah makhluk sosial, dan keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang menyangkut hubungan antara pribadi dan hubungan antara manusia dengan lingkungan di sekitarnya Puspitawati, 20134. Secara ideal komunikasi dan pola interaksi yang terjadi dalam internal keluarga menjadikan setiap individu dalam keluarga tersebut menyadari tugas dan tangungjawabnya masing-masing, kesadaran akan tugas dan tanggungjawab tersebut, yang akan melahirkan kedewasaan berpikir dan bertindak, sehingga pada gilirannya nanti, akan melahirkan individu yang memiliki integritas, dan kapabiltas yang handal di masyarakat. Pada titik inilah keluarga memiliki ruang yang sangat luas untuk memainkan peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan awal yang sangat strategis. Pentingnya pendidikan keluarga dalam proses pendidikan, juga disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenali oleh seorang anak. Dalam lingkungan tersebut, anak akan belajar mengenali kararakter dari anggota keluarganya, sehingga akan Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 57 membentuk pola perilaku yang kemudian akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya sehingga pada gilirannya nanti akan menjadi karakter yang melekat pada anak tersebut sebagai bagian dari ciri khas kepribadiannya. Model inilah yang sesungguhnya menjadi esensi utama dalam pendidikan, yang sebahagian besar proses pembentukannya terjadi dalam keluarga. Dalam proses pertumbuhan anak, keluarga merupakan hal terpenting yang menjadi pusat perhatian, hal ini disebabkan karenakeluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktoryang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian anak Wahyu, 2012253. Berdasarakan uraian dan deskripsi diatas, dapatlah dipahami bahwa konsep pendidikan keluarga, merupakan substansi utama dalam pendidikan. Dari lingkungan keluargalah anak akan mendapatkan gambaran awal yang menjadi representasi dalam kehidupannya. Representasi awal yang diterima dan diyakini anak sebagai kebenaran dalam keluarganya, akan membentuk paradigma mendasar, yang kelak akan menentukan perilaku dan karakter sang anak, hingga menjadi dewasa di lingkugan sosialnya. Sehingga pada hakekatnya, pendidikan keluarga baik yang dilakukan secara langsung melalui pengajaran dan pembiasaan, maupun secara tidak langsung melalui keteladan orang tuanya, tidak hanya bertujuan sebagai proses pemindahan pengetahuan transfer of knowledge, melainkan juga sebagai penanaman nilai transfer of values. Esensi pendidikan keluarga sebagai bentuk penanaman nilai transfer of values adalah hal yang sangat fundamental dalam proses pendidikan. Pandangan Al-Qur’an Mengenai Pendidikan Keluarga ayat 6 Terjemahnya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu; Diatasnya malaikat yang kasar-kasar, yang keras-keras, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan”. Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 58 Pada ayat di atas terdapat kata qu anfusakum yang berarti, buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat. Memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah swt. Selanjutnya kata wa ahlikum, maksudnya adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, pembantu dan budak, diperintahkan kepada mereka agar menjaganya, dengan cara memberikan bimbingan, nasehat, dan pendidikan kepada mereka. Perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan membantu mereka dalam merealisasikannya. Bila melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah swt maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah swt Srifariyati, 2016231. Adapun menurut tafsiran Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbahnya, menyatakan bahwa QS. At-Tahrim ayat 6 merupakan gambaran bahwa dakwah dan pedidikan harusah berawal dari rumah. Walaupun secara redaksional ayat tersebut tertuju kepada kaum pria ayah, namun hal tersebut bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Istilah Ayat tersebut juga meliputi perempuan dan lelaki ibu dan ayah sebagaimana ayat-ayat yang serupa misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Fakta tersebut mengindikasikan adanya pertangung jawaban moril orang tua untuk bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan juga kepada pasangannya masing-masing, sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya Shihab, 2005237. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan keadaan rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama, serta diliputi oleh hubungan yang harmonis, melainkan harus terjalin kerjasama sebagai relasi yang setara untuk mewujudkan hal tersebut . QS. Thaaha ayat 132 Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 59 Terjemahnya “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat danbersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezkikepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat yang baikitu adalah bagi orang yang bertakwa”. Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw, dan setiap kepala keluargamuslim, untuk memerintahkan keluarganya melaksanakan sholat secara baik danberkesinambungan, pada setiap waktunya dan bersungguh-sungguhlah engkau wahaiNabi Muhammad saw dalam bersabar atasnya, yakni dalam melaksanakannya. Kami tidak meminta kepadamu rezekidengan perintah shalat ini, atau Kami tidakmembebanimu untuk menanggung rezeki bagi dirimu atau keluargamu, Kami-lah yang memberi jaminan rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik di dunia dan diakhirat adalah bagi orang-orang yang menghiasi dirinya dengan ketakwaan Ni’mah, 201135. Ayat di atas QS. Thaaha ayat 132 dan sebelumnya QS. At-Tahrim ayat 6 memiliki korelasi perintah, dimana Allah swt menyuruh Nabi Muhammad sawuntuk memelihara keluarganya, yaitu dengan cara menyuruh ahlinya keluarganyamelaksanakan shalat dan bersabar dalam melaksanakannya. Maka dapatlah kitamemahami bahwa pengaruh da’wah yang beliau lakukan akan lebih besar jika ahlinyakeluarga yang terdekat, anak-anak dan istri-istrinya bersembahyang bertauhid sepertibeliau pula. Dan terlihat dari ayat tersebut, beliaulah Muhammad saw yang diperintahkan lebih dahulu,supaya mengamalkan sembahyang bertauhid untuk dirinya, kemudian supaya disuruhnya pulapara ahlinya keluarganya Ni’mah, 201136. QS. Asy-Syu’ara ayat 214 Terjemahnya “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu Muhammad yangTerdekat”. Ayat tersebut diatas memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menghindarikemusyrikan yang dijelaskan pada ayat sebelumnya, maka pada ayat ini Allah swt berpesan kembali kepada Nabi Muhammad saw, untuk menghindari segala hal Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 60 yangdapat mengundang murka Allah swt, dan berilah peringatan-peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih. Dan rendahkanlah dirimu yakni berlaku lemah lembut, dan rendah hatilah terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin baik itu kerabatmu atau bukan Ni’mah, 201138. QS. Ali-Imran ayat 33 Terjemahnya “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dankeluarga 'Imran melebihi segala umat di masa mereka masing-masing.” Ayat diatas mengimformasikan bahwa sesungguhnya Dia Allah telah memilih beberapa keluarga atas penghuni bumi lainnya. Allah swt memilih Adam, Diamenciptakannya dengan tangannya, meniupkan kepadanya sebagian dari ruh-Nya, menjadikan para malaikat bersujud kepada-Nya, mengajarkan nama-nama setiap benda, menempatkannya di surga. Dalam semua perbuatan terdapat hikmahnya. Allah swt juga memilih Nuh sebagai Rasul pertama yang diutus-Nya bagi penghuni bumi, tatkala manusia mulai menyembah berhala dan syirik kepada Allah swt. Allah swt juga memilih keluarga Ibrahim, yang diantaranya ada junjungan manusia, yaitu Muhammad saw sebagai bagian dari keturunan ibrahim. Allah swt juga memilih keluarga Imran. Yang dimaksud Imran di sini ialah ayahanda Maryam binti Imran, dan ibundanya Isa bin Maryam, ia juga merupakan keturunan Ibrahim Ni’mah, 201139. QS. Al-Saffaat ayat 102 Terjemahnya “Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Ayat di atas menggambarkan perintah penyembelihan lewatmimpi yang datang dari Allah swt. Maka Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 61 Ibrahim harus percayaterlebih dahulu dan Isma’il juga harus mempercayainya bahwa mimpi bapaknya adalah wahyu yang turun dari Allah swt. Di sini dapatditarik kesimpulan bahwa ayat di atas mengandung materi pendidikankeimanan atau aqidah terhadap wahyu para Nabi saw. Selanjutnya sikapIbrahim meminta pendapat Isma’il dengan lapang dada mengandung materi pendidikan berupa pendidikan akhlak, yaitu sikap sabar danikhlas yang dimiliki Ibrahim karena ia mempunyai hati yang ada bantahan dan kemarahan sedikitpun dari Ibrahim, dalammenyampaikan mimpi yang dialaminya kepada Isma’il Nasihah, 201578. Ayat diatas juga mengandung metode dialogis dan demokratis, dilihat dari percakapan antara Ibrahim dan Isma’il, dengan mengedepankan sikap bijak agar menghasilkan kesepakatan diantara keduanya. Dan Ibrahim tidak memaksa sedikitpun kepada Isma'il agar sanggup untuk disembelih tetapi Ibrahim menggunakan hak Isma’il sepenuhnya. Dalam ayat ini, sikap Ibrahim digambarkan sebagai pendidik dan Ismail digambarkan sebagai peserta didik,sangat jelas ditampilkan dengan membawa sikap patuh dan tunduk sepenuhnya terhadap kebenaran. Pandangan Hadis Mengenai Pendidikan Keluarga At-Tirmidzi Artinya Dari Abdan dari Abdullah dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma dari Nabi SAW bersabda Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Kepala negara adalah pemimpin, laki-laki adalah pemimpin atas anggota keluarganya, wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinanmu itu. At-Tirmidzi Hadis tersebut menjelaskan bahwa, peran orang tua dalam keluarga baik ayah maupun ibu terhadap anak-anak sangatlah mendasar. Hal terlihat dari pentingnya tanggung jawab orang tua,dalammemastikan Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 62 bahwa lingkungan keluarga telah mendukung proses tumbuh kembang anak, menjadi pribadi yang dewasa dan keluarga secara tidak sadar merupakan alat pendidikan meskipun peristiwa disekeliling anak tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan, namun keadaan tersebut mempunyai pengaruh terhadap pendidikan baik positif maupun negatif Padjrin, 20165. HR. Abu Dawud , Artinya “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka anak laki-laki dan perempuan dari tempat tidur.” Abu Dawud Dari hadits di atas tampak sebuah metode pendidikan anak yaitu Pertama, memerintahkan anak untuk melakukan sholat pada usia 7 tahun. Kedua, setelah usia 10 tahun, bila seorang anak masih terlihat belum melaksanakan sholat, padahal orang tua sudah mengingatkannya orang tua boleh dengan peringatan yang agak keras yakni memukul anak tersebut pada bagian yang tidak membahayakan. Ketiga, pada masa ini anak menginjak usia puber baligh, maka diantara mereka harus sudah dipisahkan tempat tidurnya. Pada fase ini pendidikan dan pengarahan orang tua berkenaan dengan pembinaan ibadah dan agama yang difokuskan sejak anak-anak untuk membentuk mentalitas keluarga Daradjat, 1995 122. Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Telaah Al-Qur’an dan Hadis Berdasarkan telaah terhadap teks al-Qur’an dan Hadis mengenai pendidikan keluarga, maka dapat dikelompokkan tiga periodesasi yang terjadi dalam proses pendidikan keluarga, yaitu Zuhairini, 2006157 1. Periode Konsepsi Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 63 Terbentuknya keluarga yang sakinah serta anak-anak yang Shalih/shalihah sebagai representasi keberhasilan pendidikan keluarga, memerlukan proses yang sangat panjang. Proses tersebut bahkan harus diawali saat pemilihan pasangan hidup sampai dengan saat-saat menjelang kelahiran sang anak. Hal ini dipandang penting, sebab suami dan isteri dalam komunitas keluarga merupakan pelaku pendidikan yang berperan sebagai ayah dan ibu dalam keluarga. Berhasil ataupun gagalnya proses pendidikan dalam keluarga, akan sangat bergantung pada kualitas suami dan istri, serta pola kerjasama yang terbangun di dalamnya. Hal inilah yang menjadikan, periode konsepsi dalam pemilihan pasangan hidup menjadi bagian yang turut menentukan kualitas keluarga yang nantinya akan terbentuk. Secara eksplisit, Rasullulah saw, telah memberikan gambaran mengenai hal tersebut, yakni melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim “Perempuan itu dinikahkan karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi pilihlah berdasarkan agamanya niscaya selamat dirimu.”HR. Bukhari dan Muslim. Hadis tersebut mengambarkan bahwa, proses pernikahan yang dilaksanakan untuk membentuk ikatan keluarga, tidak hanya terjadi secara natural, namun memiliki standarisasi yang harus dipenuhi. Standarisasi tersebut merupakan upaya konstruktif yang bertujuan untuk memastikan bahwa keluarga tersebut dapat menjadi keluarga yang sakinah, sehingga pada gilirannya nanti akan mampu mencetak generasi-generasi emas yang produktif serta berakhlaqul karimah. Mengingat pentingnya periode ini sebagai awal pembentukan keluarga, maka Islam melalui tuntunan Al-Qur’an dan Hadisnya sangat memberikan perhatian penuh dalam periodesasi ini, adapun cakupan dalam periode konsepsi ini ialah memilih suami, memilih istri, dan proses pernikahan. 2. Periode Pra Natal/ Prenatal Ajaran Islam menyebutkan bahwa masa kehamilan prenatal, Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 64 merupakan masa yang menentukan bagi kehidupan masa depan anak. Apa yang dirasakan anak ketika masih berada dalam kandungan, digambarkan sebagai situasi yang akan dialami dalam kehidupan selanjutnya Istigfaroh, 201242. Dalam QS. Ali Iman ayat 6 Allah swt berfirman “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. Ali Iman ayat 6 Dahulu para ahli pendidikan berpendapat, bahwa pendidikan anak secara aktif dimulai setelah anak tersebut berumur 7 tahun. Kemudian berkembang pendapat baru, bahwa pendidikan anak secara akif dimulai setelah anak berumur 4 tahun yakni pendidikan Taman Kanak-kanak TK. pendapat tersebut lama bertahan. Namun muncul pendapat baru yang menyatakan bahwa pendidikan anak secara aktif dimulai sejak anak tersebut lahir. Hasil temuan terbaru dewasa ini, mengantarkan pada kenyataan bahwa pendidikan anak sebenarnya secara aktif telah dimulai saat istri positif mengandung, terutama saat bayi yang ada dalam kandungannya telah dapat bergerak, sebagai pertanda telah mendapat ruh nyawa. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa ruh nyawa yang ditiupkan malaikat, berdasarkan izin dan perintah dari Allah swt. Dalam Al-Qur’an telah tergambarkan bahwa anak yang berada dalam kandungan memiliki kemampuan kognitif yang tinggi. Hal ini tergambarkan pada firman Allah swt dalam QS. Al-A’raf ayat 172 “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab "Betul Engkau Tuban kami, kami menjadi saksi." Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan "Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan".QS. Al-A’raf ayat 172. Menurut Abul A’la al-Maududi dalam tafsirnya, ayat diatas menjelaskan bahwa Allah akan mengumpulkan seluruh manusia, membariskan mereka berdasarkan kumpulan, kelompok atau zaman- Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 65 zaman tertentu memberikan mereka bentuk akal pikiran dan kemampuan berbicara. Lalu Allah mengambil perjanjian dan kesaksian bahwa Allah sebagai Tuhannya. Mereka menjawab dan membenarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa Mar’atussholihah, 200743. Ruh yang mengaku bertuhan kepada Allah swt dalam proses pembaitan tersebut mengindikasikan bahwa anak yang dalam kandungan sudah dapat didik dan telah beriman. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa anak yang berada dalam kandungan prenatal sudah dapat didik. Karena ia sendiri, sebenarnya sudah hidup berkat ruh yang diberikan Allah swt kepadanya. Nyawa ruh inilah yang sesungguhnya membuat janin menjadi responsive terhadap rangsangan-rangsangan yang diberikan. Pendidikan prenatal menjadi salah satu bagian penting dari rangkaian pendidikan keluarga yang turut menentukan karakter dan kepribadian anak yang dihasilkan tersebut. 3. Periode Post Natal Pendidikan keluarga pada periode post natal, dipahami oleh penulis sebagai pola pendidikan keluarga yang dilakukan setelah anak lahir ke dunia, pendidikan keluarga pada periode ini oleh penulis diaplikasikan kepada masing-masing pihak yang terlibat secara aktif di dalam proses pendidikan tersebut. Hal ini berangkat dari kesadaran penulis yang menyakini bahwa, pendidikan keluarga sesungguhnya merupakan proses pendidikan, yang dilakukan kepada semua pihak yang menjadi komponen pelaku utama dalam keluarga, yang meliputi 1 Pendidikan suami dalam konteks pendidikan keluarga, dimaksudkan sebagai proses pendidikan yang menyangkut hal-hal yang menjadi tanggung jawab suami untuk diupayakan menyangkut hubungannya dengan hak istri. Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman QS. An-Nisa ayat 34 “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebahagian dari hata mereka.QS. An-Nisa ayat 34. Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 66 Adapun dalam sabda Nabi saw “seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluargannya dan ia bertanggung jawab atas mereka.”HR. At-Tirmizi. 2 Pendidikan pendidikan suami diatas, pendidikan kepada Istri juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya, hal ini berangkat dari adanya kesadaran bahwa tugas penting seorang istri dalam rumah tangga sangat menentukan kualitas keluarga tersebut. Hal ini disebabkan karena secara umum waktu perempuan lebih banyak dihabiskan dilingkungan keluargannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Dian Lestari bahwa dibalik seorang laki-laki suami yang hebat terdapat perempuan istri yang hebat pula. Hal ini dicontohkan oleh salah satu tokoh istri yang sangat luar biasa dalam sejarah umat Islam yakni Siti Khadijah istri Rasulullah saw, kesetian dan pengorbanannya yang tulus menjadi salah satu pendorong utama sprit dan motivasi dakwah Rasulullah saw Lestari, 2016262. Hal ini memperlihatkan bahwa seorang istri memiliki andil yang sangat besar dalam mewujudkan keluarga yang tentram dan bahagia. Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman QS. An-Nisa ayat 34 “...Wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka..”QS. An-Nisa ayat 34 Hal ini didukung pula oleh hadis Nabi saw Istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas mereka yang dipimpinnya 3 Pendidikan Orang orang tua dalam konteks pendidikan keluarga dipahami sebagai pendidikan yang menitik beratkan pada tugas serta tanggungjawab ayah dan ibu sebagai orang tua, yang menyangkut hubungan dengan anak-anaknya. Hal ini penting sebab dalam keluarga, orang tua merupakan sumber keteladanan bagi anak-anaknya, sehinggga peran orang tua dalam keluarga turut menjadi penentu yang sangat berperan penting dalam menentukan kualitas output keluarga itu sendiri. mengingat Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 67 pentingnya peran orang tua dalam keluarga, maka dipandang perlu melakukan pendidikan orang tua sebagai bentuk proses penyadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua yang baik dalam keluarga. 4 Pendidikan Anak. Pendidikan anak dalam konteks pendidikan keluarga pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan yang menyangkut hubungannya dengan kedua orang tuanya, output yang diharapkan dari pendidikn anak ialah lahirnya anak-anak yang shalih dan shalihah dalam keluarga. Esensi dari pendidikan anak ialah mengupayakan terjadinya penyadaran secara komprehensif, sehingga sang anak akan memposisikan dirinya sebagaimana tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang anak dalam keluarga, yakni berbakti kepada orang penting keluarga sebagai basis pendidikan anak telah diuraikan oleh Mufatihatut Taubah, yang secara tegas menyatakan bahwa keluarga merupakan basis utama pendidikan anak. Dalam keluargalah untuk pertama kalinya seorang anak belajar untuk memahami lingkungan dan dirinya sendiri Taubah, 2015110. Sebagai basis utama tentunya pendidikan anak dalam keluarga lebih menitik beratkan pada aspek keteladan yang diberikan kepadanya. Keteladan yang diberikan oleh kedua orang tua menjadi dasar bagi seorang anak untuk mendeskripsikan nilai-nilai kehidupan yang diyakininya sebagai kebenaran, sehingga kelak menjadi prinsip hidup bagi anak hal-hal yang menyangkut pendidikan anak dalam keluarga untuk menjadikan seorang anak menjadi anak yang shalih dan shalihah, ialah sebagai berikut taat dan berbakti kepada orang tua, memberi nafkah orangtua dan memeliharannya, memberi nasehat kepada orang tua, serta mendo’akan kedua orang tua Miharso, 2004130. Kesimpulan Syahrial Labaso’, Konsep Pendidikan Keluarga dalam.. 68 Berdasarkan uraian dalam tulisan ini, dapat dipahami bahwa konsep dasar pendidikan keluarga secara umum bertujuan untuk melahirkan lingkungan pendidikan bagi anak sebagai peserta didik dalam keluarga, dimana orang tua ayah dan ibu berperan sebagai pendidik. Hasil dari proses pendidikan tersebut, ialah seorang anak diharapkan mendapatkan gambaran awal yang menjadi representasi dalam kehidupannya. Representasi awal yang diterima dan diyakini anak sebagai kebenaran dalam keluarganya akan membentuk paradigma mendasar, yang kelak akan menentukan perilaku dan karakter sang anak hingga menjadi dewasa di lingkungan sosialnya. Sehingga esensi yang sangat mendasar dalam pendidikan keluarga ialah melakukan proses penanaman nilai Values yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, sebagai proses reigenerasi dalam keluarga. Adapun dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadis, pendidikan keluarga dipahami sebagai bentuk proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai akidah Islam yang meliputi pendidikan suami, pendidikan istri, pendidikan orang tua, dan pendidikan anak. Dengan prinsip-prinsip dasar berupa kasih sayang, demokratis, kesabaran, kemandirian, kemanusian, dan kedisiplinan. Daftar Pustaka Daradjat Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta Ruhana, 1995. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta Lentera Abadi, 2011. Istigfaroh, “Pendidikan Prenatal Dalam Perspektif Pendidikan Islam Kajian Buku Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan, Kado Buat Pengantin Baru, calon Ibu dan Ibu Hamil”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012. Jailani “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua”, Jurnal Nadwa, Volume 8, Nomor 2, Tahun 2014. Lestari Dian, “Eksistensi Perempuan Dalam Keluarga”, Muwazah, Volume 8, Nomor 2, 2016. Mar’atussholihah Siti, “Konsep Pendidikan Anak Prenatal Secara Islami Di Tinjau Dari Perspektif Biologi”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007. Miharso Mantep, Pendidikan Keluarga Qur’ani, Yogyakarta Safiria Insania Press, 2004. Nasihah Durotun, “Makna Pendidikan Keluarga Dalam Al-Qur’an Surah Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018 69 Al-Saffat ayat 100-102”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang, 2015. Ni’mah Eni Shofiatun, “Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Al-Quran”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011. Padjrin, “Pola Asuh Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Intelektualita, Volume 5, Nomor 1, 2016. Puspitawati Herien, Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia, Bogor IPB Press, 2013. Shihab Tafsir Al-Misbah Volume 14, Cet. III, Tangerang Lentera Hati, 2005. Srifariyati, “Pendidikan Keluarga dalam Al-Quran Kajian Tafsir Tematik”, Jurnal Madaniyah, Volume 2, Edisi XI, 2016. Taubah Mufatihatut, “Pendidik Anak Dalam Keluarga Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Volume 3, Nomor 1, 2015. Timizi At, Sunan al-Tirmizi- Al Jami’ al-Shahih, Juz III, Semarang Toha Putra, 2003. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, Bab II, Pasal 4, Ayat 2. Wahyu Hasbi, “Keluarga Sebagai Basis Pendidikan Pertama dan Utama”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Volume 12, Nomor 2, 2012. Yohana Neni, “Konsep Pendidikan Dalam Keluarga”, OASIS, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2017. Zuhairini, Islam dan Pendidikan Keluarg Dalam Qou Vadis Pendidikan Islam Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Sosial Keagamaan, Malang UIN Malang Press, 2006. diakses pada tanggal 12 Desember 2017, pukul Wib. pada tanggal 12 Desember 2017, pukul Wib. pada tanggal 12 Desember 2017, pukul Wib. ... " The verse explains that Allah SWT ordered Prophet Muhammad SAW to avoid polytheism and advised Prophet Muhammad SAW to avoid all things that could invite the wrath of Allah SWT, and give warnings to your closest relatives without favoritism. And humble yourself, that is, be gentle, and be humble towards those who truly follow you, namely the believers, whether they are your relatives or not Labaso, 2018. The conclusion of this verse contains educational material faith or belief in the Prophets' revelations. ...... Furthermore, the attitude of Prophet Ibrahim, asking Isma'il's opinion gracefully contained educational material in the form of moral education, namely patience and compassion sincerity that Prophet Ibrahim had because he had a pure heart. There is no rebuttal or anger from Prophet Ibrahim in conveying the dream he experienced to Isma'il Labaso, 2018. ...Eni KusriniAccording to the Islamic view, children's first and foremost education is education in the family. Following the Islamic view, education in the family is based on Islamic religious guidance applied in the family and intended to shape children into human beings who believe and are devoted to God Almighty and have a noble character in everyday life. The research method used is literature study, namely the study of books, articles, and other literature related to the researched theme i. Family education aims to create an educational environment for children as students in the family, where parents act as educators and have a crucial role in determining the future children's lives. So that the very essence of family education is to carry out the process of installing Islamic values in the form of faith, worship, and moral education carried out by parents to their children as a process of regeneration in the family.... Keluarga adalah kelompok sosial pertama bagi manusia, maka pusat pendidikan pertama dan yang paling utama ada pada Keluarga Wahy, 2012, Ki Hajar Dewantara menguraikan peran penting pendidikan keluarga, sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar, dan juga bisa menyebabkan kesulitan belajar. Faktor ini antara lain cara mendidik anak, hubungan orang tua dan anak, bimbingan dari orang tua Labaso, 2018. ...Noor Fazariah HandayaniMahrita MahritaPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada siswa kela IV di Sekolah Dasar Negeri Jawa 2 Martapura Kabupaten Banjar. Subjek penelitian siswa dan siswi SDN Jawa 2 Martapura Kabupaten Banjar. Teknik pengumpulan data diambil melalui angket, dan observasi. Hasil penelitian menunujukan bahwa dari faktor internal, banyak 66% siswa mengatakan tidak pernah mempunyai kemauan dalam mengerjakan soal Matematika, cukup banyak 46,33% siswa mengatakan tidak pernah senang terhadap pembelajaran Matematika, banyak sekali 90% siswa mengatakan selalu kesulitan terhadap pembelajaran Matematika, cukup banyak 49,33% siswa mengatakan tidak pernah minat terhadap pembelajaran Matematika, sedikit 40% siswa mengatakan kadang-kadang siap mengikuti dalam pembelajaran Matematika. Sedangkan dilihat dari faktor eksternal, cukup banyak 48,66% siswa mengatakan tidak pernah senang terhadap cara mengajar Guru di kelas, sedikit 37,66% siswa mengatakan kadang-kadang saja Guru mata pelajaran Matematika menggunakan metode pembelajaran, cukup banyak 48% siswa mengatakan tidak pernah mendapatkan sarana pembelajaran Matematika yang memuaskan, banyak 63,5% siswa yang mengatakan selalu senang terhadap kondisi kelas yang tenang. Sehingga disarankan kepada semua pihak sekolah agar terus meningkatkan teknik dan kreativitas dalam mengajar, serta terus memberikan bimbingan dan motivasi para siswa dalam mengajar.... Keluarga adalah lembaga sosial terkecil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Keluarga menjadi motor penggerak pendidikan Islam pada anak Labaso', 2018. Secara sosiologis, untuk menciptakan masyarakat aman, bahagia, tenteram dan sejahtera merupakan sebuah tuntutan dalam sebuah keluarga. ...Eva Wiji LestariIsa AnshoriThis research aims to uncover the religious understanding of Muslim families, religious education patterns of Muslim family children as well as looking for problems as well as the supporting capacity of parents in providing religious education to children in industrial era families in Jati Village. This research is a type of qualitative research with a phenomenological approach. The results of this study show that first, understanding the religion of Muslim communities only around the pillars of Islam and formal religious rituals coupled with the development of modernization has a shift in religious behavior in society; second, the pattern of religious education in children among the Muslim families of Jati Village, among others, educate with patience, compassion, habituation and educate with permissive patterns and democratic patterns; third, factors that become problems of Islamic education in the Muslim family environment in Jati Village, namely, the attention and example factors of parents, technology factors, factors lack interest in studying Islamic religious sciences and environmental factors; fourth, the support capacity of parents in providing religious education in the industrial era is that access to information is easier and does not cost much. AbstrakTujuan penelitian ini untuk mengungkap pemahaman keagamaan keluarga muslim, pola pendidikan keagamaan anak keluarga muslim serta mencari problematika juga daya dukung orang tua dalam membekali pendidikan keagamaan pada anak dalam keluarga era industri di Desa Jati. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, pemahaman agama masyarakat muslim hanya seputar rukun Islam dan ritual formal keagamaan ditambah dengan perkembangan modernisasi berdampak pergeseran perilaku keagamaan pada masyarakat; kedua, pola pendidikan keagamaan pada anak di kalangan keluarga muslim Desa Jati antara lain mendidik dengan kesabaran, kasih sayang, pembiasaan serta mendidik dengan pola permisif dan pola demokratis; ketiga, faktor-faktor yang menjadi problematika pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga muslim di Desa Jati yakni, faktor perhatian dan teladan orang tua, faktor teknologi, faktor kurangnya minat mempelajari ilmu agama Islam dan faktor lingkungan; keempat, daya dukung orang tua dalam memberikan pendidikan keagamaan di era industri adalah akses informasi semakin mudah dan tidak memerlukan banyak MaslanSalminawati SalminawatiParentah LubisNelly RahmitaTeaching the truth is a principal matter that must be given to children from an elementary age. Because, children will easily actualize the value of truth if it is imprinted from the foundation. This study aims to describe the efforts of teachers in increasing the understanding of elementary students aged 6-12 years about the concepts of Islamic teachings including bayani, 'irfani, and burhani. Of course, this theory of truth will be compared between the truth from Western and Islamic perspectives. This research uses a qualitative approach with the method of literature study. Obtaining and analyzing data comes from literature review materials in the form of books, scientific articles, proceedings, and final assignments thesis, thesis, dissertation. Research data analysis materials were obtained from credible websites such as Google Scholar and Sinta. The results of this study concluded that the teacher's efforts to increase elementary-age students' understanding of bayani, 'irfani and burhani as basic concepts of truth from an Islamic perspective were carried out well. This is based on 1 mainstreaming truth based on revelation/al-Qur'an the word of Allah swt. as the highest authority in measuring truth. Then 2 logic in the form of reason, empirical and intuition becomes a supporting factor for students in understanding the truth of Divine Wulan SariTechnological advances that continue to develop have a negative and positive affect on the world of Islamic education in the family. Previously, conversations could only be done person to person, but now it can be done online. As a result, families have to race against the media, which is difficult to control. The methods the authors used in this research is qualitative through a literature study research model that uses research data sources from documents in the form of books, scientific articles, reviews or previous research results. The study of Luqman's letter verses 12-19 was carried out as a way to sharpen the discussion regarding the relationship between Islamic education and the role of the family in facing the digital era. Based on Luqman's letter, verses 12-19, there are several values of Islamic education that need to be applied in the digital era, namely monotheism, morality, worship ubudiyah, social, mental and exemplary. The steps for planting education include; First, the cultivation of faith or faith education. Second, religious education such as prayer, fasting and reading the Koran. Third, moral education. The development of the digital era still places parents as the main actors in providing Islamic education in the family. The development of the digital era requires parents to consistently maintain their children's nature, instill faith, straighten and motivate children, and provide good information. So, no matter how strong the current, the child will remain strong and not fall into bad MunardiMuhammad Julfahmi NasutionIrham DongoranMany complaints from parents, educators, and the public regarding the behavior of teenagers that are difficult to control, naughty, stubborn, deviant behavior, and others. This problem also occurs in Bulu Bargut Village, Marbao, North Labuhan Batu, North Sumatra. Therefore, community service programs are used as a solution to solve juvenile delinquency by directing them to useful activities. This community service uses the Participatory Action Research PAR method, by being directly involved in extracting diverse information, then taking action as a solution to problems that have been identified, and by participating in building the design and implementation of actions based on research results. The basis for doing PAR is the need to get the desired changes. During the seventeen days of activities carried out, it has succeeded in instilling the love of Al-Qur'an in teenagers. With the love of the Qur'an, it is hoped that they can stay away from and reduce the existence of useless activities during the month of Ramadan such as wild racing playing social media, and games. Then the result of the community service program is that the community is enthusiastic to participate in the activities held such as training activities on the nature of the prophet's wudu, lectures before tarawih salat, Friday khatib, and iftar jama’i. So the program carried out is very effective in overcoming and handling juvenile delinquency in Pulo Bargot Village through intensive learning of the Qur'an and teaching Islamic morals. Then what is more important is that the community support is very positive in receiving this program. Likewise, teenagers are very enthusiastic about memorizing the Qur'an and participating in programs implemented during community service NingsihAsnil Aidah RitongaThis study aims to analyze the concept of children's education in the Qur'an through the study of thematic interpretation approaches. The terms of children's education discussed are the words tarbiyah and ta'lim. Researchers try to analyze this study with the help of thematic interpretation maudhu'i by searching for verses relevant to education. This research is a qualitative type with a library research method. The results of this study indicate that the concept of education for children in terms of tarbiyah and ta'lim is a procedure for developing, maintaining, and fostering children in order to provide scientific readiness and skills for students. This is intended so that the child has a complete and noble personality, and is able to carry out the mandate as a caliph and servant of Allah on RidwanSelamat PasaribuAmroeni DrajatSalminawati SalminawatiThis study aims to analyze the concept of children's education in the perspective of the Koran. In this context, the essence of the meaning of the term tarbiyah becomes the basic foundation of research. This research uses a qualitative approach with a literature study method. Data collection and analysis was carried out using scientific reference materials, including scientific articles, books, proceedings and final assignments thesis, theses, dissertations which were tracked via the internet on the google scholar indexer, DOAJ, science direct, and scimago JR. The results of this study found that the concept of child education in the Qur'an contains an element of "love" like parental education for children in the concept of tarbiyah. The elements of the concept of education for children in the perspective of the Qur'an describe learning obligations, educational goals, the role of educators, educational objects, educational methods, and educational materials for children. Thus, the education given to children is comprehensively based on the worldview of monotheism in realizing human beings perfect.Oki WitasariEducation is an effort to change people’s attitudes and ways of thinking for the better, education can be carried out with adult guidance who leads to become a good person in attitude and thinking based religion. The most important education is family education, because in the family the child first begins to learn everything from how to speak, read, write, and get to know various things in their environtment. This article describes family education in Qs. Luqman verses 12-19. In this verse contains various ways to educate the good character so that they become human beings with noble character. This research is research that uses a qualitative literature method,with a descriptive analyzed and presented in the form of a description. This study resulted in the findings that the verses 12-19 have the value of family education so that it can be used as a basis for parents and teachers in educating children. In the interpretation of verses12-19 it is very suuitable to be exspressed in the current mesa family education, this is because in Luqman family education teaches his children to always be grateful, monotheism, do good to parents, establish prayers, do not be arrogant, and soften their voices. ABSTRAK Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mengubah sikap dan cara berfikir manusia menjadi lebih baik, pendidikan dapat dilaksanakan dengan bimbingan orang dewasa yang mengarahkan untuk menjadi pribadi yang baik dalam bersikap maupun berfikir dan berlandaskan pada agama. Pendidikan yang paling penting adalah pendidikan keluarga, karena dalam keluarga anak pertama kali mulai belajar segala hal dari cara berbicara, membaca, menulis, dan mengenal berbagai hal di lingkungannya. Artikel ini mendeskripsikan tentang pendidikan keluarga dalam QS. Luqman ayat 12-19. Dalam ayat ini berisi berbagai macam cara mendidik anak agar menjadi manusia yang berahlak mulia. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif pustaka, dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu sebuah pendekatan yang digunakan untuk menemukan apa-apa yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya, dideskripsikan dengan data-data yang diperoleh, kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk deskripsi. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pada QS. Luqman Ayat 12-19 terdapat nilai pendidikan keluarga sehingga dapat dijadikan landasan bagi orangtua maupun guru dalam mendidik anak. Pada penafsiran ayat 12-19 sangat cocok diterapkan dalam pendidikan keluarga masa kini, Hal itu karena dalam pendidikan keluarga Luqman mengajarkan anak-anaknya untuk selalu bersyukur, menjauhi perbuatan syirik, berbuat baik kepada orangtua, mendirikan shalat, jangan sombong, dan melunakkan suara. Kata Kunci Pendidikan Keluarga dan QS. Luqman ayat 12-19 Islahuddin IslahuddinRoslan Bin YahyaZulkifli Bin Awang BesarEducation in a family with a muslim perspective is an education based on islamic religious guidance applied in the family that aims to shape children to become human beings who believe and fear Allah, as well as noble practices that include spiritual, ethical, ethical, moral, or understanding and experience of religious values in everyday life. This is one form of amar makruf nahi munkar in family life, namely by providing education to his daughter's son based on Islamic teachings. In getting to maturity, children need various processes played by their mothers and fathers in the family environment. The pattern of religious education in Islam is basically an example of the behavior of the Prophet Muhammad peace be upon him in building his family and friends, because everything done by the Prophet Muhammad peace be upon him is a form of manifestation of the content of the Qur'anic verse. As for the implementation, the Prophet Muhammad peace be upon him provided an opportunity for his followers in developing ways of education in children in the family as long as this method does not conflict with the principles of the implementation of education carried out by the Prophet Muhammad Padjrin PadjrinOrang tua dalam keluarga memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anaknya. Setiap orang tua ingin mempunyai anak yang berkepribadian akhlak mulai atau yang saleh. Untuk mencapai keinginan tersebut, orang tua diharapkan untuk mengoptimalkan peran dan tanggung jawab sebagai orang tua terhadap anaknya. Mengasuh dan mendidik anak yang dilakukan orang tua dengan berbagai macam pola asuh seperti demokratis; otoriter; permisif; dan penelantar acuh tak acuh. Pola asuh yang menjadi sorotan saat ini adalah pola asuh otoriter yang identik dengan tanpa kasih sayang, kekerasan, mengengkang anak, dan memaksa. Pola ini akan menjadikan batin anak tersiksa, krisis kepercayaan, potensinya tidak berkembang secara optimal, hingga mengalami trauma dan sebagainya. Pola asuh seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengawali konsep kasih sayang dalam mendidik anak. Islam sebagai agama solutif terhadap permasalahan yang terjadi dalam keluarga tentang bagaimana mendidik anak sesuai dengan usia dan masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh ini telah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw. Adapun pola asuh tersebut, yaitu membimbing cara belajar sambil bermain pada jenjang usia 0-7 tahun; menanamkan sopan santun dan disiplin pada jenjang usia 7-14 tahun; dan ajaklah bertukar pikiran pada jenjang usia 14-21 tahun, dan sesudah itu lepaskan mereka untuk Taubahp> Bahasa Indonesia Pendidikan anak yang pertama dan paling utama dalam Islam adalah pendidikan dalam keluarga yang berperspektif Islam. Pendidikan dalam keluarga yang berperspektif Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada tuntunan agama Islam yang diterapkan dalam keluarga yang dimaksudkan untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, spiritual atau pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu wujud amar makruf nahi munkar dalam kehidupan keluarga, yaitu dengan memberikan pendidikan kepada putra putrinya berdasarkan ajaran Islam. Anak dalam menuju kedewasaannya memerlukan bermacam-macam proses yang diperankan oleh bapak dan ibu dalam lingkungan keluarga. Pola atau metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya mencontoh pada perilaku Nabi Muhammad SAW dalam membina keluarga dan sahabatnya. Karena segala apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan manifestasi dari kandungan al-Qur’an. Adapun dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya untuk mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi SAW. English The first and the prime education for children in Islam is the Islamic family education. This family education is based upon Islamic guidance in purpose of building children’s faith, piety, highest endeavor –including ethics, morality, and spirituality, and the practice of religious values in daily life. This effort is a kind of amar makruf nahi munkar in family scope. Children needs family model for their future mental and spiritual development. The model and methods of Islamic education in the family scopes are adopted pretty much from the way of our prophet Muhammad taught his family and his companions. Muslim believes that whatever done by the prophet is the manifestation of Quranic essence. In the implementation level, the prophet let his companions and his follower to develop the teaching as long as the development itself in line with educational principles by the prophet. apa yang dikehendaki allah dalam keluarga